Bangun Sinergi Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak Papua

31 December 2021 03:12:36     admin     Berita Pemberdayaan Perempuan, Berita Seputar Papua, Galeri Foto, Slideshow

“Tanah itu ibu, laut dan hutan adalah susu ibu yang menghidupi bumi Papua.” Begitulah ungkapan masyarakat Papua untuk menggambarkan sosok perempuan yang dianggap istimewa dalam kehidupan sosial karena mereka adalah sumber kehidupan bagi masyarakat. Namun demikian, sejumlah fakta menunjukkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak terhadap berbagai bentuk kekerasan di Papua perlu ditingkatkan.

“Otonomi khusus untuk Provinsi Papua (UU No 21 Tahun 2001) dan Provinsi Papua Barat (UU No 35 Tahun 2008) memberikan perhatian khusus pada tiga hal, yakni masyarakat adat, agama, dan perempuan. UU tersebut juga mengamanatkan pada keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan orang asli Papua.  Hal ini menjadi penting sebagai landasan pemerintah dan seluruh stakeholder untuk mengupayakan peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak di Papua,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise dalam acara Temu Dengar Pendapat tentang Perempuan dan Anak dengan Tokoh Adat Papua dan Lembaga Masyarakat di Kabupaten Nabire, Papua.

Di Provinsi Papua, adat, dan agama merupakan institusi sekaligus aktor yang memiliki peran penting untuk mendorong pembangunan dan pemberdayaan orang Papua. Hal tersebut karena kedua institusi ini melebur dalam struktur kehidupan masyarakat di Pulau Papua. Kepatuhan masyarakat terhadap adat dan agama memberikan keuntungan tersendiri, dimana adat dan agama dapat ditransformasikan sebagai institusi yang memiliki fungsi kontrol kehidupan sosial masyarakat di Papua. Namun dalam konteks pemberdayaan perempuan, keberadaan struktur adat dan agama di masyarakat pesisir Papua tidak memberikan posisi tawar (bargaining position) bagi perempuan. Relasi dan ikatan patriarki yang begitu dominan berlaku di masyarakat pesisir Papua menyebabkan posisi perempuan kerap terdominasi dalam struktur adat maupun agama. “Ini merupakan tantangan terbesar bagi saya untuk mengubah mindset agar laki-laki dan perempuan bisa setara dan saling mendukung dalam proses pembangunan. Tanah Papua akan maju jika kaum perempuan juga diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Jangan biarkan perempuan terus menjadi korban. Semoga Nabire bisa menjadi daerah yang ramah perempuan dan anak,” tegas Menteri Yohana.

Hal senada disampaikan Wakil Bupati Nabire, Amirullah Hasyim. Meski ia meyakini perempuan merupakan aset pembangunan, namun mereka kerap mengalami hambatan, bahkan kekerasan. Amirullah mengatakan hal tersebut terjadi karena berbagai faktor, diantaranya masih kentalnya budaya patriarki dan kurangnya pengetahuan, serta keterampilan. “Untuk itu, Pemda Nabire melakukan berbagai upaya guna meningkatkan peran, kedudukan, dan kesejahteraan perempuan dan anak di wilayah Nabire, diantaranya memberikan kesempatan  berkiprah di ruang publik, mengembangkan usaha produktif, menyediakan sarana dan prasarana lembaga PPPA, mengembangkan pola asrama bagi anak-anak jalanan dan anak yang terjerumus narkoba, serta memberikan bimbingan kepada lembaga-lembaga nonformal untuk pendidikan gender dan pemenuhan hak anak. Dalam kesempatan ini, saya mengajak peran aktif dan membangun komitmen semua unsur wilayah dalam pembangunan PPPA,” tutur Amirullah.

Guna menyikapi kompleksnya permasalahan perempuan dan anak, maka Kemen PPPA telah menetapkan prioritas pembangunan untuk mengakhiri 3 hal yang disebut Three Ends, yakni akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang, dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan. “Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menangani permasalahan perempuan dan anak, terutama yang terjadi di sekitar kita. Kemen PPPA tentu sangat membutuhkan dukungan dan keterlibatan seluruh komponen masyarakat, termasuk tokoh adat, agama, dan lembaga masyarakat sesuai fungsi, kapasitas, dan keahlian mereka di wilayah masing-masing,” tambah Menteri Yohana.

Menteri Yohana meyakini banyak tokoh masyarakat, adat, dan agama di Papua yang memiliki kepedulian dan telah melakukan sesuatu yang berharga bagi perempuan dan anak. Ia mengatakan jika kita dapat menghimpun segala potensi dan menggerakkan mereka untuk bekerja secara kolaboratif dan bersinergi, maka akan memberikan kekuatan yang luar biasa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak.

“Pertemuan ini menjadi sangat strategis karena dapat membangun komitmen, menyamakan persepsi, dan menggugah kepedulian mereka tentang berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak. Komitmen yang sudah terbangun dan persepsi yang sama dalam menyikapi permasalahan tersebut akan menjadi bekal berharga untuk berkolaborasi dan bersinergi, baik dengan pemerintah pusat dan daerah, maupun sinergi antara tokoh adat, agama, dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak di Papua,” tutup Menteri Yohana.

 


Tulisan Terkait